Beragam adegan dramatis tersaji langsung di depan saya. Ada yang gagah berani menelannya langsung, menggunakan makanan sebagai alat bantu, dipotong-potong kecil, dan tak sedikit yang kesulitan meminumnya.
Kelompok terakhir selalu mengingatkan saya akan masa kecil saat seusia mereka. Kala berobat ke Puskesmas, seingat saya, waktu itu selalu ada obat yang bagi saya ukurannya luar biasa. Segede ban truk gandeng.
Dari ukurannya saja, saya sudah sangat ngeri. Bagaimana kalau menyangkut di tenggorokan? Belum lagi rasa pahitnya. Derita karena sakit seakan kalah oleh teror yang sangat luar biasa.
Tapi betapapun beratnya “penderitaan” itu, obat adalah obat yang harus tetap diminum.
Tak ada pilihan lain, saya pun menyerah. Pisang pun saya kunyah di kamar karena saya menginginkan sendirian menjalani ritual itu. Satu persatu, obat berhasil saya telan dengan sukses hingga tiba gilirannya obat terakhir yang ukurannya segede ban truk gandeng.
Tengkuk saya merinding seketika. Keringat dingin sepertinya berlomba-lomba untuk melompat keluar dari pori-porinya. Pisang di mulut saya tambahkan. Seakan menatap saya dengan sangat sadis, obat jumbo pun saya letakkan tepat di tengah-tengah pisang yang terkunyah. Bersamaan dengan air putih, saya berjuang sekuat tenaga untuk menelannya bersama-sama.
Pisang pun meluncur masuk dengan sukses melewati tenggorokan. Tapi sesuatu terasa menempel dan tertinggal di langit-langit tenggorokan. Masya Allah, si raksasa segede ban truk gandeng menolak masuk ke perut dan memilih bertahan dengan rasa pahit yang perlahan namun pasti menyengat luar biasa!
Panik, saya angkat gelas. Ternyata kosong karena tadi sudah saya habiskan! Dengan rasa pahit yang tambah luar biasa, saya berlari mencari air tambahan. Satu gelas penuh. Belum sukses juga.
Upaya mendorong obat dengan lidah ternyata makin membuat pahit makin terasa di ujung lidah
Untunglah masih ada stok pisang. Dengan terburu-buru, saya kupas dan segera saya telan.
Akhirnya, dengan perjuangan yang luar biasa, saya berhasil dengan sukses memaksa si ban truk gandeng tadi masuk ke perut. Alhamdulillah.
*****
Sehat memang mahal. Namun bagi saya waktu itu, sakit jauh lebih mahal dan menuntut perjuangan yang sangat-sangat luar biasa
Karenanya, jangan lupa selalu bersyukur untuk karunia kesehatan yang Tuhan berikan ya?
Untuk murid-muridku yang sampai hari ini masih kesulitan menelan obat, tetap semangat dan jangan menyerah ya? Apalagi ukuran obat sekarang tak sebesar waktu dulu. Anggap saja latihan agar kelak tak terlalu terkejut kala hidup menyuguhkan beragam kepahitan.
*****
22 Hari Menuju Ramadhan
#MarhabanYaRamadhan
#TebarSemangatKebaikan
#JanganTundaBerbuatBaik
#OptimisLebihManis
#BersyukurTambahMakmur
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar