Di dalam perjalanan menuju kantor, saya terlelap menikmati sejuknya
udara dalam bis. Tak terasa hingga kondektur bis membangunkanku untuk menagih
ongkos, dengan mataku yang masih merejap kuulurkan sejumlah uang untuk membayar
ongkos bis.
Dan … samar mataku menangkap sosok seorang ibu setengah baya
berdiri tak jauh dari tempatku duduk. Tapi, rasa kantuk dan lelah ku
mengalahkan niat baik untuk memberikan tempat duduk untuk ibu tersebut.
Turun dari bis, baru lah sisi baik hati ini bergumam, “Andai saya
berikan tempat duduk kepada ibu tadi, mungkin pagi hari ini keberkahan bisa
kuraih”. “Siapa tahu ridha Allah untuk ku di hari ini dari doa dan terima kasih
ibu itu jika saja kuberikan tempat dudukku …” Ah, kenapa baru kemudian diri ini
menyesal?
Semalam dalam perjalanan pulang dengan kereta api, duduk di hadapan
saya seorang bapak berusia 40-an. Lewat seorang penjual air minum kemasan, dan
ia segera menyetopnya untuk membeli. Tangan kirinya memegang segelas air minum
kemasan sementara tangan satunya merogoh-rogoh kantongnya.
Sesaat ia memperhatikan beberapa keping yang ia mampu raih dari
bagian terdalam kantongnya, ternyata … ia mengembalikan segelas air minum
kemasan yang sudah digenggamnya kepada penjual air sambil menahan rasa hausnya.
Saya yang sedari tadi di depan bapak itu hanya bisa menjadikan
serangkaian adegan itu sebagai tontonan. Tidak ada tawaran kebaikan keluar dari
mulut ini untuk membelikannya air minum, meski di kantong saya terdapat
sejumlah uang yang bahkan bisa untuk membeli dua dus air minum kemasan!
Bayangkan, cuma 500 rupiah yang dibutuhkan bapak itu tapi hati ini tak juga
tergerak?
Kemarin, sebelum Isya, juga dalam perjalanan pulang. Hanya berjarak
5 kilio meter dari rumah saya, saya melewati pemandangan yang menyentuh hati.
Di pinggir jalan Terminal Cicahem, sekeluarga pemulung tengah menikmati
penganan kecil
Suami, istri beserta dua anaknya itu tetap lahap meski yang mereka
nikmati hanya sebungkus kue -entah pemberian siapa. Sempat langkah ini terhenti
setelah tujuh atau delapan langkah melewati mereka, sempat pula saya berpikir
untuk menghampiri keluarga itu untuk sekadar mengajak mereka makan.
Tapi … bayangan ingin segera bertemu anak-anakku di rumah
mengalihkan langkahku untuk meneruskan perjalanan. Padahal, dengan uang yang
saya miliki saat itu, sepuluh bungkus nasi goreng pun bisa saya belikan.
Apalagi jumlah mereka hanya empat kepala.
Dan kalau pun harus tergesa-gesa, toh semestinya saya bisa memberikan
sejumlah uang untuk makan mereka malam itu, atau juga untuk makan esok hari.
Duh, kenapa kaki ini justru meneruskan langkah sekadar untuk
memburu kecupan kedua putriku sebelum mereka tidur?
Pagi ini. Saya coba renungi semua perjalanan hidup ini. Ya Tuhan,
sudah sedemikian keras kah hati ini? Sehingga tanpa rasa berdosa kulewatkan
begitu banyak kesempatan berbuat baik.
Bukankah selama ini saya selalu berdoa agar Engkau memberikanku
kemudahan untuk berbuat baik terhadap sesama?
Tetapi ketika Engkau berikan jalan itu, saya malah melewatkannya.
Berikan kesempatan itu lagi untukku, Tuhan.
Sumber: Inspirasi Daily
#TebarSemangatKebaikan
#JanganTundaBerbuatBaik
#OptimisLebihManis
#BersyukurTambahMakmur
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar