Jam dua
kurang sedikit. Gerai makanan cepat saji itu terlihat lengang kala Wandi dan
istrinya, Diana, datang untuk makan siang.
Satu-satunya
pengunjung adalah seorang pria di sudut ruangan, duduk menghadap ke arah jalan
sehingga dari pintu masuk hanya terlihat punggungnya.
Mereka memilih
duduk dua meja di belakang pria tersebut. Sama-sama menghadap ke arah jalan.
Tak lama
kemudian, pesanan mereka datang. Dua porsi makanan plus dua minuman dingin.
Tanpa dikomando,
mereka segera menyantap makanan tersebut karena cacing-cacing di perut sudah
sangat menderita.
Sesekali mereka
berbincang santai. Pelan. Sampai pria tersebut terlihat mengangkat HP-nya dan
menelpon. Dari tempat duduk mereka suaranya terdengar sangat jelas
* Halo
sayang? Sudah makan? **.....
* O gitu?
Takut naik lagi yg BB-nya? **.....
* Ah
enggak. Postur kamu tuh sudah pas banget. Nambah dikit nggak papa kok **.....
*
He...he..... Jangan ngambek dong. Ntar ilang cantiknya. **.....
Diana
melirik suaminya sambil tersenyum tipis. Wandi balas tersenyum
* Nanti
pulanganya aku jemput ya? **.....
*
Bisa..... Untuk kamu apa sih yang nggak bisa? **.....
* Ah
pekerjaan kantor mah urusan kecil. Kamu lebih penting... **.....
Diana
melirik suaminya lagi. Kali ini disertai dengan injakan ringan ujung kaki
kanannya di kaki kiri Wandi. Wandi meneguk minumannya.
* Apa?
Bunga? Bunga minggu kemarin kan masih segar. **.....
* Iya deh
iya. Cuma bunga. Nanti aku bawakan sekarung. **.....
* Ada
deh. Nanti aku kasih surprise. Pokoknya kamu pasti suka. **.....
*
Beneeeerrrr. Kapan sih aku bohong. Kamu pasti akan kaget tingkat dewa dan lalu
bilang terima kasih banyaaaaak banget. **.....
Diana
menginjakkan lagi kakinya Kali ini tak terasa ringan lagi bagi Wandi.
* Kan
ulang tahunnya masih bulan depan. Kalau sekarang nggak surprise lagi dong.
**.....
*
He....he..... Oke deh cantik. Eh, suaranya kok kadang ilang sih? **.....
* Apa?
Sudah pingin ganti lagi? HP yang itu baru beberapa minggu, ‘kan? **.....
*
He...he..... Iya deh iya. Nanti aku belikan yang kamera depannya 35 MP biar
kamu kelihatan makin kinclong. **.....
Diana
menggeser kursi. Merapat. Dan berbisik lirih: “Jangan cuma didengarkan ya?”.
Wandi
menghela napas panjang. Sejak kapan ya makanan di tempat ini membuat
kerongkongan gatal dan badan gerah?
* Jangan
kuatir. Pasti. Iya, janji. Yang penting kamu heppy. **.....
* Oke...oke.....
Apa? O....SPA yang di ruko itu ya? Yang minggu kemarin kamu kesana ya? **.....
*
Siap...siap.... Biar kamu makin cantik, makin hot. **.....
Pria itu
tergelak. Terbahak-bahak sampai bahunya terguncang.
Wandi
melirik istrinya yang tampak sedang mengetik sms. Wah makin buyar saja nih
makan siang kali ini. Sudah suasana jadi gerah begini, istriku malah asyik sama
hp-nya, keluh Wandi di hati.
Pria itu
kelihatan makin asyik dengan lawan bicaranya.
Tak lama,
HP-nya bergetar tanda ada sms masuk. Wandi acuh saja. Dia lanjut makan.
Berturut-turut getar itu terdengar lagi. Dua kali. Wah jangan-jangan pesan
penting, pikir Wandi. Diambilnya HP dan dibukanya. Sms dari istrinya.
“Tuh
kan.....istri mana yg ndak seneng kalo dimanja spt itu. Bukan cuma romantis”
“Tp jg
superduper perhatian.”
Wandi
menelan ludah. Dua kali, meski yang terasa lebih dari sekedar getir. Dia ingin
membalas sms tapi bingung juga, mau menjawab apa? Bisa-bisa tambah runyam
suasana.
Akhirnya
HP itu diletakkannya di samping gelas. Dan dia mencoba menikmati lagi makan
siangnya meski sudah tak terasa enak lagi.
* Oh ya,
Beb, akhir tahun jadi ya? **.....
* Belum
pasti? Wah sayang kalau diskon tiketnya nggak kepake. **.....
* Diskon
hotelnya juga besar lho, Beb..... **.....
Wandi
beranjak bangun. Sepertinya dia butuh ke kamar mandi. Tapi suara getar HP
mengurungkannya. Dia duduk lagi sembari membuka HP. Diana sms lagi: “Liburan?
Tiket? Hmmmmm......?”
Wandi
menoleh ke istrinya, yang terlihat masih asyik dengan HP-nya. Dia yakin kalau
saat itu Diana tahu kalau dia sedang menatapnya. Wandi mengulurkan tangan untuk
menyentuh bahu istrinya......
Raungan
nada instrumental menjerit nyaring. Pria itu berdiri dan merogoh sakunya.
HP-nya menyalak.
* Halo,
Beb. Sebentar ya, ada telepon dari kantor, nih. Siapa tahu penting. Oke, nanti
aku hubungi lagi ya?
* Iya,
iya. Jangan kuatir. Mmmmmuahhhhh.....
Pria itu
mengganti HP-nya. Ditekannya Hp yang masih menjerit untuk memulai percakapan.
* Halo,
Ma. Iya, masih di kantor, kerjaan numpuk nih...... **.....
Hampir
serempak, Diana dan Wandi saling berpandangan.
* Belum
tahu nanti jam berapa. Mungkin agak malam. Si BOS pinginnya materi rapat besok
clear malam ini. **.....
* Iya,
nanti kalau dah mau pulang Papa sms. Iya..... **.....
*
Iya..... Jangan kuatir. Kalau sudah selesai Papa langsung pulang. **.....
* Oke,
dah Mamah. **.....
Wandi
menyeringai. Bibirnya membentuk senyum lebar.
Ditatapnya
Diana yang masih memegang HP-nya. Tapi Wandi tahu, Diana tak sedang menulis SMS
atau membaca WA. Wandi mengambil HP dan menulis sms: “Gimana, msh ingin suamimu
ini spt pria itu, yg superduper romantis dg bunga sekarung n tiket liburan ke
negeri atas awan?”
Wandi
menulis lagi: “Gimana istriku sayang?”
Diana
membaca sms dan menoleh ke arahnya.
Wandi
pura-pura tak tahu dan menulis lagi: “Gimana? Jawab, dong! Aq kan butuh
kepastian”
"Aduh!!!"
Wandi menjerit saat tangan Diana mencubit perutnya sampai pria di depannya itu
menoleh ke arahnya. Mata mereka beradu pandang beberapa detik sebelum pria itu
kembali ke posisi semula.
Sembari mengelus-elus
perutnya yang kena cubit, Wandi seperti ingat sesuatu. Dia seperti pernah
mengenal, atau setidaknya pernah melihat wajah pria tersebut. Tapi di mana? Dan
kapan?
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar