Gambar: http://www.artikata.net/
Indonesia
merupakan negeri kepulauan yang sangat luas. Wilayahnya terbentang dari Sabang
sampai Merauke dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 buah. Indonesia juga
merupakan sebuah negeri multikultural yang mempunyai berbagai macam suku, ras
dan adat-istiadat yang berbeda. Menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada
tahun 2010, suku bangsa di Indonesia berjumlah sekitar
1128 suku bangsa. Keadaan
seperti itu membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang besar, tetapi rawan
oleh perpecahan. Selain itu, pengelolaan wilayah akan lebih sulit mengingat
tiap daerah memiliki karakteristik masing-masing yang berbeda satu sama lain.
Oleh karena itu, Otonomi daerah sebagai sebuah mekanisme pengelolaan daerah
yang memperhatikan kondisi dan karakteristik suatu daerah sangat diperlukan
untuk merespons keadaan riil Indonesia.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang undangan (UU No.32 tahun 2004). Sebuah negara multikultural yang
sangat luas seperti Indonesia tentu sangat memerlukan mekanisme penyelenggaraan
pemerintahan seperti ini. Otonomi daerah memang seharusnya diberikan
seluas-luasnya kepada daerah untuk mengembangkan daerahnya sesuai dengan
kapasitas dan sumber daya yang dimiliki daerah tersebut. Menurut pasal 2 UU
No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah,
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya
saing daerah. Adapun yang menjadi urusan pemerintah pusat terbatas dalam hal
urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal
nasional serta agama (Pasal 10 ayat 3 UU No.32 Tahun 2004). Titik berat
pelaksanaan otonomi daerah ini berada pada pemerintah daerah tingkat II atau
pemerintah daerah tingkat kabupatan atau kota. Hal ini dikarenakan pemerintah
kabupaten atau kota lebih memahami kondisi dan dinamika masyarakat, sehingga
diharapakan dengan adanya otonomi daerah ini pemerintah kabupaten atau kota
dapat lebih optimal dalam membangun daerahnya.
Dalam hal menjalankan urusan
pemerintahan, pemerintah daerah memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan
pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber
daya lainnya yang harus dilaksanakan secara adil dan seimbang. Selanjutnya, pemerintah
provinsi sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah berdasarkan azas
dekonsentrasi memiliki hubungan dengan pemerintah daerah yang bersifat
koordinasi dimana pemerintah provinsi memiliki kewajiban untuk membina dan
mengawasi daerah otonom (pemerintah kabupaten atau kota). Pelaksanaan urusan
pemerintahan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, dengan
wewenang residual power tetap berada pada pemerintah pusat sebagai pemangku
kekuasaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelaksanaan sistem otonomi daerah
yang menitikberatkan wewenang pada pemerintah daerah tingkat II ini dapat
memberikan manfaat yang nyata untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal
ini dapat dilihat dari upaya menjadikan sistem otonomi daerah ini sebagai
sebuah wahana untuk mewujudkan pemerataan pembangunan,
aksesibilitas pelayanan publik, proses demokratisasi, penguatan peran daerah
dalam pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut Isran Noor dalam buku Politik Otonomi Daerah, pelaksanaan otonomi
daerah secara konsekuen dapat meningkatkan peran daerah dalam bidang ekonomi,
pemerintahan, keamanan, pendidikan, penegakan hukum dan usaha pembentukan good
governance.
Berbagai
usaha yang berpangkal pada tujuan yang mulia tersebut, dewasa ini dapat
menghasilkan banyak hal yang telah berhasil menjadikan pembangunan daerah
menjadi lebih baik, antara lain iklim investasi di daerah yang meningkat
sebagai hasil dari usaha pemerintah daerah dalam membuka akses luas terhadap
investasi, peningkatan pertumbuhan ekonomi sebagai hasil dari iklim investasi
yang sehat dan pembangunan daerah di bidang ekonomi, peningkatan usaha ekonomi
kerakyatan melalui kebijakan-kebijakan ekonomi nasional pemberdayaan UKM dan
koperasi baik secara struktural, institusional maupun kultural (Noor,2012:38),
peningkatan kulaitas pendidikan dengan desentralisasi pendidikan yang tetap
dengan kebijakan pengendalian mutu (quality control) pendidikan secara nasional
(Noor,2012:33), peningkatan usaha penguatan pendidikan karakter yang menanamkan
patriotisme, kemandirian, integritas dan keadaban warganegara (citizenship)
sebagai suatu bangsa (Noor,2012:29), dan peningkatan proses demokratisasi
dengan memperhatikan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu paradigm otonomi
daerah (Noor,2012:6).
Namun,
pelaksanaan otonomi daerah yang menghasilkan berbagai dampak positif tersebut
juga menimbulkan paradoks yang berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan daerah.
Sistem otonomi daerah sebagai sebuah mekanisme penyelenggaraan pemerintahan
juga berpotensi memunculkan berbagai penyelewengan yang dilakukan oleh penguasa
daerah. Hal ini dapat disebabkan oleh kekuasaan yang sangat besar penguasa
daerah dalam pelaksanaan sistem otonomi daerah. Menurut Lord Acton dalam
kutipannya yang terkenal “Power tends to corrupt, abolute power corrupt absolutely”,
kekuasaan yang begitu besar berpotensi untuk berbuat korupsi karena pada
dasarnya setiap kekuasan cenderung untuk berbuat korupsi. Apabila ditinjau dari
pelaksanaan sistem otonomi daerah dewasa ini, maka para kepala daerah cenderung
belum memahami hakikat otonomi daerah itu sendiri, sehingga banyak kepala
daerah yang melakukan penyelewengan hukum.
Berdasarkan
data Mahkamah konstitusi bulan November 2012, terdapat 240 kepala daerah yang
menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana dalam tindak pidana korupsi. Menurut
kajian Kemendagri, ada beberapa hal yang menyebabkan jumlah kepala daerah yang
tersangkut korupsi terus meningkat. Pertama, latar belakang kepala daerah yang
sangat beragam menyebabkan pemahaman dan kemampuan tentang birokrasi sangat
kurang, terutama tentang system regulasi keuangan daerah. Kedua, faktor sumber
daya manusia di daerah yang masih terbatas, sehingga banyak ditemukan pejabat
yang tidak berkompeten memegang jabatan strategis berdasarkan transaksi poltik.
Ketiga, adanya niat dari kepala daerah untuk melakukan korupsi. Berbagai
penyebab korupsi kepala daerah tersebut umumnya berpangkal pada tingginya biaya
politik yang dikeluarkan oleh para kepala daerah tersebut dalam ajang
pemilukada, sehingga ketika terpilih menjadi kepala daerah, hal ini menyebabkan
para kepala daerah mengembalikan modal yang dikeluarkan selama pemilukada.
Selain itu, lemahnya sistem check and balances serta kontrol pemerintah pusat
menyebabkan kekuasaan para kepala daerah menjadi seakan tanpa kontrol, sehingga
tak jarang para kepala daerah ini mendapat julukan negatif sebagai “raja-raja
kecil di daerah” yang seringkali kurang patuh terhadap kewibawaan pemerintah
pusat dan aturan hukum. Keadaan seperti ini menimbulkan penyalahgunaan wewenang
kepala daerah, yang pada umumnya berupa korupsi APBD, mark up anggaran, dan
melakukan pungli kepada pengusaha dan masyarakat. Fenomena penyalahgunaan
wewenang kepala daerah ini harus memperoleh perhatian lebih dalam rangka
melakukan evaluasi terhadap sistem otonomi daerah.
Lembaga Think Tank Sebagai Solusi Permasalahan
Daerah
Otonomi
daerah sebagai suatu mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dewasa
ini tak luput dari berbagai permasalahan. Hal
ini memerlukan upaya untuk menyelesaikannya secara tepat. Salah satu upaya yang
dapat diambil pemerintah daerah dalam mengatasi berbagai problema daerah adalah
dengan mengadakan berbagai studi yang mendalam terhadap berbagai permasalahan
daerah. Studi yang dilakukan haruslah benar-benar komprehensif dan sistematis
yang mengacu pada akar permasalahan daerah, sehingga diperlukan sebuah
koordinasi yang nyata dan sistematis dari berbagai pihak untuk menjalankannya.
Koordinasi tersebut dapat diwujudkan ke dalam sebuah lembaga think tank yang
berfungsi untuk melakukan kajian terhadap berbagai permasalahan dan potensi
daerah serta melakukan pendidikan kepada para birokrat yang menyelenggarakan
fungsi pemerintahan supaya dapat lebih optimal dalam mengemban tugasnya.
Lembaga
think tank adalah sebuah organisasi yang terlibat secara teratur dalam
penelitian dan advokasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
kebijakan publik dan merupakan jembatan antara pengetahuan dan kekuasaan dalam
demokrasi modern (UNDP,2003). Apabila ditinjau dari definisi yang diberikan
oleh UNDP tersebut, maka eksistensi lembaga think tank memang tidak hanya
terbatas dalam melakukan pengkajian terhadap permasalahan publik, namun juga
melakukan kajian dan advokasi terhadap kebijakan publik yang dikeluarkan oleh
pemerintah serta berfungsi sebagai penghubung antara teori akademis dengan
praktik kebijakan dalam sebuah pemerintahan yang demokratis.Lembaga think tank
juga dapat menjadi mitra pemerintah dalam hal pengaturan kebijakan publik. Dengan kapasitas dan kemampuan yang
dimilikinya, lembaga think tank dapat memberi masukan terkait dengan kebijakan publik
yang diambil pemerintah, agar kebijkaan tersebut dapat berjalan dengan baik.
Secara
singkat, keberadaan lembaga think tank pertama kali muncul di Amerika, pada
saat berlangsungnya perang Vietnam. Perkembangan perang yang terus berlanjut
menyebabkan pasukan Amerika Serikat pada waktu itu tidak efektif mengerahkan
alutsista dalam peperangan. Demi meminimalisir inefisiensi dalam strategi perang,
maka dibentuklah suatu wadah think tank atau tank berpikir yang melibatkan para
cendekiawan untuk turut serta dalam pengambilan keputusan startegi perang
Vietnam. Semenjak itu, bermunculanlah berbagai lembaga think tank, seperti Rand
Corporation, Phoenix Foundation dan lembaga think tank sejenisnya yang berperan
memberi masukan dalam pengambilan keputusan bagi militer Amerika Serikat.
Eksistensi
lembaga think tank terus berkembang, sehingga tidak hanya menjadi mitra dalam
pengambilan kebijakan di bidang militer semata, tetapi juga di bidang kebijakan
publik laninnya. Jenis-jenis lembaga think tankpun beragam, misalnya lembaga
think tank afiliasi partai politik, lembaga think tank afiliasi pemerintah,
lembaga think tank quasi pemerintah, lembaga think tank quasi independen, lembaga
think tank afiliasi universitas dan lembaga think tank mandiri dan independen
(McGann and Sabatini,2011). Berbagai jenis lembaga think tank tersebut
berkontribusi terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh badan-badan yang
menjadi afiliasinya.
Lembaga
think tank sebagai sebuah wadah intelektual yang memilik focus terhadap
kebijakan publik pemerintah memliki berbagai manfaat yang dapat diambil oleh
berbagai pihak dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam bahasan ini, pemerintah
daerah dapat mengambil berbagai manfaat dari eksistensi lembaga think tank di
daerah. Manfaat tersebut berkaitan dengan fungsi lembaga think tank sebagai
penghubung antara teori akademis dengan praktik kebijakan publik di daerah,
seperti tercermin dalam pengambilan kebijakan yang matang secara kajian
akademis sehingga lebih mampu dipertanggunjawabkan di masyarakat dan
pengambilan kebijakan publik yang memperhatikan kondisi riil masyarakt dan
kearifan local di daerah.
Keberadaan
Lembaga Think tank di Daerah
Sistem
otonomi daerah pada dasranya menjamin daerah untuk melakukan usaha dan inovasi
untuk mendukung program pembangunan. Namun, dalam beberapa hal inovasi tersebut
tersendat oleh beberapa kendala, seperti terdapatnya perundang-undangan yang mereduksi
kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur pengelolaan sumberdaya alam,
contohnya adalah materi muatan beberapa pasal dalam UU No. 4/2009 tentang
Mineral dan Batubara yang dinilai mencerminkan kebijakan resentralisasi yang
bertentangan dengan isi serta jiwa pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD 1945 dan
lemahnya efektifitas ‘governability’ Kepala Daerah yakni kemampuan dan
kapasitas untuk memimpin perencanaan, pengendalian dan implementasi kebijakan publik
yang responsif terhadap dinamika pembangunan daerah serta perkembangan
sosial,ekonomi dan politik baik dalam skala nasional maupun local
(Noor,2011:61).
Permasalahan
dalam hal peraturan perundang-undang merupakan sebuah permasalahan system.
Perubahannya membutuhkan prosedur khusus dalam sebuah lembaga Mahkamah
Konstitusi. Dalam hal ini peran pemerintah dan berbagai pihak untuk
mengadvokasikan perubahan peraturan yang lebih sesuai dengan jiwa otonomi
daerah sangat diperlukan. Selanjutnya, mengenai lemahnya efektifitas
governability kepala daerah tentu akan berdampak begitu luas pada masyarakat.
Kemampuan governability yang lemah ini dihadapkan pada kendala bukan saja
permasalahan sumberdaya strategis dalam implementasi kebijakan publik, akan
tetapi juga seringkali dihadang oleh keterbatasan ruang hukum yang memadai
untuk mengambil diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dampak yang
terjadi di masyarakat akibat permasalahan ini adalah berbagai inovasi yang
dapat dikembangkan oleh Kepala Daerah tidak berjalan, ‘the best practice of
governability’ terhalang, dan lebih parah lagi Kepala Daerah dapat menjadi
korban kriminalisasi kebijakan (Noor,2011:61).
Inovasi
sangat diperlukan dalam rangka memajukan pembangunan di era otonomi daerah.
Sistem otonomi yang menghasilkan persaingan antar daerah dalam membangun daerah
perlu disikapi dengan lebih bijaksana. Persaingan daerah dalam memberikan akses
kepada investasi, dunia usaha dan sector perekonomian lainnya sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah secara ukuran kuantitatif, yang
pada akhirrnya harus diusahakan lebih lanjut untuk meningkatkan perekonomian
secara kualitatif berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perancangan
pembangunan daerah yang mengakomodir kebutuhan tersebut haruslah tepat sasaran
dan memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga memerlukan kajian dan analisis yang
mendalam mengenai kebijakan publik pemerintah daerah. Kajian terhadap kebijakan
publik yang dilakukan haruslah bersifat lintas sektoral dan menyentuh semua
bidang pembangunan di masyarakat. Hal inilah yang mendesak adanya lembaga think
tank di daerah.
Kehadiran
lembaga think tank di daerah sangatlah penting. Hal ini dapat dilihat dari
peran dan fungsi lembaga tersebut. Pertama, sebagai jembatan penghubung antara
dunia akademis dengan praktik pengambilan keputusan pemerintah. Kedua, advokasi
kebijakan publik yang berfokus pada kepentingan masyarakat. Ketiga,publikasi
kajian untuk umum, sehingga masyarakat bisa lebih mengetahui tentang kebijakan
publik di daerahnya masing-masing. Keempat, sebagai salah satu komponen problem
solver permasalahan daerah. Selain itu, menurut James McGann, lembaga think
tank dapat memberi masukan kepada pemerintah yang menjadi afiliasinya terkait
kebijakan publik dan juga mendidik para birokrat pemerintah agar dapat melayani
secara lebih efektif dan efisien. Berbagai peran dan fungsi lembaga think tank
tersebut sangat relevan diterapkan di daerah sebagai usaha untuk memeprcepat
dan mengefisienkan pembangunan daerah.
Implementasi Pembentukan Lembaga Think tank di
Daerah
Lembaga
think tank pada dasarnya merupakan mitra intelektual terhadap lembaga atau
badan yang menjadi afiliasinya, seperti pemerintah, partai politik, perguruan
tinggi dan berbagai kelompok kepentingan lainnya. Namun, selain itu terdapat
juga lembaga think tank yang berdiri secara mandiri dan independen dari semua
kelompok kepentingan dan tetap meberikan kajian-kajian terhadap kebijakan
publik. Dalam usaha pembentukan lembaga think tank di daerah terdapat beberapa
alternatif yang dapat diambil untuk merealisasikan gagasan tersebut. Pertama,
pembentukan lembaga think tank yang berafiliasi langsung dengan pemerintah
daerah. Lembaga think tank yang berkategori seperti ini memiliki kedudukan yang
secara struktur formal berada dalam lingkungan pemerintah daerah. Pengurusan
dan pembiayaan lembaga ini dapat dibebankan kepada pemerintah daerah dengan
tujuan lembaga yang sesuai dengan tujuan dan cita-cita pembangunan pemerintah
daerah. Kedua, pembentukan lembaga think tank kategori Quasi pemerintah daerah.
Pada mekansisme pembentukan seperti ini, maka lembaga think tank secara formal
tidak berada dalam lingkungan pemerintah daerah, tetapi pembiayaan lembaga ini
berasal dari pemerintah daerah. Kebijakan operasional lembaga think tank ini
bersinergi dengan pemerintah daerah untuk melakukan kajian dan analisis
mendalam terhadap permasalahan dan kebijakan publik di daerah.
Selain
itu, pembentukan lembaga think tank di daerah dapat dilakukan secara mandiri
dan independen. Model pembentukan lembaga think tank seperti ini sangat
memperhatikan dan berfokus pada penguatan masyarakat madani (civil society) di
daerah. Pembentukannya dilakukan secara mandiri dan independen yang bebas dari
kelompok kepentingan manapun. Lembaga ini sangat meningkatkan partisipasi
masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip good governance, yang salah satunya
adalah adanya partisipasi masyarakat. Pembiayaan lembaga ini juga berasal dari
partisipasi masyarakat dengan basis yang kuat untuk mencukupi berbagai
kebijakan operasional lembaga think tank ini.
Pembentukan
lembaga think tank di daerah hendaknya memperhatikan kondisi dan karakteristik
daerah masing-masing. Adakalanya salah satu bentuk lembaga think tank baik di
suatu daerah, tetapi belum tentu sesuai dengan daerah lain. Kondisi mayarakat,
potensi daerah serta permasalahan daerah sangat mempengaruhi pembentukan
lembaga ini. Selain itu, nilai-nilai masyarakat dan kearifan local di daerah
agaknya tetap harus diperhatikan dalam usaha pembentukan lembaga think tank.
Pemilihan bentuk lembaga think tank yang sesuai dengan karkterisitik dan
kebutuhan daerah sangat diperlukan untuk menciptakan tata kelola kebijakan
daerah yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Dasar Yuridis
Setiap
kebijakan yang dilakukan di Indonesia haruslah sesuai dengan peraturan-peraturan
hukum positif Indonesia. Hal ini dikarenakan negara Indonesia adalah negara
hukum (pasal 1 ayat 3 UUD 1945). Dengan ketentuan konstitusi tersebut, maka
gagasan lembaga think tank di daerah juga harus memiliki landasan hukum.
Menurut pasal 18 ayat 1 dan 2 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia
terbagi atas daerah-daerah yang memiliki pemerintah daerah masing-masing.
Derah-daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan. Oleh karena itu, pemerintah daerah memiliki
wewenang yang besar di daerah untuk mengurus sendiri urusan daerahnya kecuali
yang menjadi urusan pemerintah pusat, antara lain politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
moneter dan fiskal nasional serta agama (Pasal 10 ayat 3 UU No.32 Tahun 2004).
Secara lebih lanjut, usaha pengimplementasian lembaga think tank di daerah
didasarkan pada UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjamin
pemerintah daerah untuk melakukan inovasi yang tidak bertentang dengan hukum.
Untuk itu diharapkan lembaga think tank dapat mewujudkan fungsi pengkajian dan
pendidikan yang bermanfaat demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Fungsi
Pengkajian
Gagasan
pembentukan lembaga think tank di daerah merupakan sebuah gagasan yang dimunculkan
untuk dapat menjadi salah satu solusi berbagai permasalahan daerah. Solusi yang
ditawarkan dari adanya lembaga think tank ini berupa pendampingan mengenai
kebijakan publik. Lembaga think tank dalam operasionalnya melakukan berbagai
kajian terhadap segala potensi serta permasalahan dan dinamika masyarakat di
daerah yang teraktualisasikan dalam kebijakan publik pemerintah daerah.
Pengkajian dilakukan oleh semua bentuk dan model lembaga think tank sebagai
dasar operasionalnya yang kemudian hasilnya dapat dipublikasikan melalui jurnal
ilmiah, makalah dan majalah ilmiah.
Fungsi Pendidikan
Pendidikan
merupakan syarat mutlak untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas.
Dalam hubungannya dengan system otonomi daerah, sumber daya manusia menjadi
unsur penting dalam keberhasilan pembangunan daerah. Menurut Riwo Kaho (1988:60),
penerapan otonomi daerah yang efektif memiliki beberapa syarat, dan faktor yang
sangat berpengaruh, yaitu manusia selaku pelaksana harus berkualitas; Keuangan
sebagai biaya harus cukup dan baik; Prasarana, sarana dan peralatan harus cukup
dan baik serta Organisasi dan manajemen harus baik. Oleh karena itu, unsusr
sumber daya manusia sangat berperan secara vital dan fundamental dalam
pelaksanaan otonomi daerah.
Berkaitan
dengan pendidikan, lembaga think tank berusaha memberikan usaha edukasi kepada
para birokrat sebagai pemegang kendali tata kelola pemerintahan di daerah.
Selain itu, usaha pendidikan kepada masyarakat juga dapat dilakukan oleh
lembaga think tank dengan melakukan publikasi karya-karyanya, seperti jurnal
ilmiah, makalah dan majalah ilmiah. Selain itu, penyelenggaraan seminar dan
workshop untuk meningkatkan kemampuan dan kapabilitas birokrat dan masyarakat
di berbagai bidang pemerintahan juga dilakukan oleh lembaga think tank sebagai
perwujudan fungsi pendidikan.
Gagasan
pembentukan lembaga think tank di daerah mempunyai arti penting dalam
meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat.
Melalui lembaga think tank, para pakar akademis dapat memperkenalkan dan
menuangkan ide-idenya untuk berkontribusi dalam pembangunan, masyarakat dapat
lebih peduli dan paham akan permasalahan serta kebijakan daerah dan pemerintah
dapat memetakan kebijakannya secara lebih tepat, sehingga kebijakan tersebut
mampu memberikan hasil yang bermanfaat di masyarakat. Manfaat ini dapat
dimaknai dari manfaat keberadaan lembaga think tank sebagai katalisator
pembangunan.
Katalisator Pembangunan
Keberadaan
lembaga think tank dapat berdampak pada percepatan pembangunan. Hal ini dapat
diwujudkan dari usaha operasional lembaga think tank dalam melakukan pengkajian
dan pendidikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pengkajian dan
pendidikan tersebut pada akhirnya menghasilkan karya-karya ilmiah yang dapat
dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Publikasi hasil riset dan kajian
lembaga think tank sangat dibutuhkan untuk mewujudkan masyarakat madani (civil
society) di daerah yang cerdas. Selain itu, pemerintah sebagai pelayan
masyarakat yang melaksanakan fungsi pembangunan juga diuntungkan dengan adanya
lembaga think tank. Pemerintah dapat mengambil manfaat dari eksistensi lembaga
think tank untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pemetaan
kebijakan publik yang tepat dan mewujudkan prinsip-prinsip good governance, antara
lain yang menurut Asian Development Bank adalah akuntabilitas, prediksi
kebijakan, transparansi dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu,
pembentukan lembaga think tank di daerah sangat penting dilakukan untuk
mempercepat pembangunan atau dengan kata lain lembaga think tank berguna
sebagai katalisator pembangunan.
Perkembangan
pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini belumlah dapat dikatakan berhasil secara
keseluruhan. Masih terdapat banyak hal yang harus menjadi evaluasi pemerintah
maupun masyarakat, walaupun banyak pula kemajuan daerah yang telah dicapai
sebagai hasil dari pelaksanaan otonomi daerah. Berbagai kekurangan tersebut
harus disikapi secara bijak untuk mendapat pemecahan yang tepat. Pemecahan
masalah daerah yang kompleks membutuhkan peran lembaga think tank melalui upaya
komprehensif dan lintas sektoral yang dapat teraktualisasi secara nyata dalam
masyarakat. Lembaga think tank dalam operasionalnya berfungsi dalam usaha
pengkajian dan pendidikan. Dengan dukungan dan peran serta dari pemerintah,
masyarakat dan pihak-pihak terkait, maka keberadaan lembaga think tank sebagai
katalisator pembangunan dapat diwujudkan dan tujuan pembangunan berupa
kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah kepastian yang akan terwujud.
Sumber: Blog Bahar Putra
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar