Saya bukan penggemar sinetron. Bagi saya, sinetron masih dipenuhi hal-hal yang kurang mendidik, apalagi untuk anak-anak. Taburan adegan kekerasan, dialog yang tidak mencerminkan bahasa anak-anak, dan masih banyak hal-hal lainnya. Saking prihatinnya, saya menulis artikel dan saya kirimkan ke Redaksi Majalah Derap Guru Jawa Tengah. Alhamdulillah, pada edisi 60 Tahun V Januari 2005, artikel tersebut muncul di bawah judul Tayangan Sinetron Anak: Mengundang Keprihatinan dan Tidak Mendidik.
Memang tidak semua sinetron masuk dalam kriteria tersebut. Ada beberapa gelintir yang menurut saya layak untuk dikonsumsi keluarga, termasuk anak-anak. Tetapi, selain jumlahnya yang tidak seberapa, biasanya sinetron jenis itu tidak berumur panjang.
Karena keluarga saya hampir semuanya penggemar sinetron, apa boleh buat. Mau tidak mau, saya seringkali ikut "menikmatinya" meskipun terkadang dibumbui perdebatan karena mulut saya sulit direm kalau menonton sinetron.
Salah satu sinetron yang hampir rutin ditonton keluarga saya adalah Tukang Bubur Nak Haji alias TBNH yang ditayangkan di RCTI. Jamnya saya kurang tahu pasti. Yang jelas, setelah makan malam, yang biasanya bakda Magrib, sinetron itu sudah siap saji.
Beberapa kali, di beberapa bagiannya, saya menangkap adegan ganjil. Dialog beberapa pemainnya menunjukkan bahwa waktu Solat Magrib telah tiba dan mereka bergegas menuju masjid. Terkadang diselingi dengan ajakan untuk ikut solat berjamaah ketika mereka menjumpai warga lainnya. Tetapi, saat menuju masjid itulah terlihat bahwa bayangan benda di sekitar pemain, seperti pohon, masih berada di bawah pohonnya dan belum bergeser jauh. Artinya, masih siang hari, belum sore, apalagi menjelang petang.
Istri saya berkomentar: "Sudahlah, tonton saja, kenapa sih ribut-ribut?"
He.....he..... saya terkekeh dan kemudian menjawab: "Nonton sih nonton lha wong tidak ada pilihan lainnya. Voting pun kalah karena satu lawan dua. Tapi masak sih, Solat Magrib kok di siang hari? Lha mbok setting lokasinya dibuat agak canggih alias logis gitu, jadi agak mirip-mirip sore hari saat matahari sudah hampir terbenam".
Ternyata, Wafda, putri saya yang kelas 4 SD pun mulai ketularan saya. Beberapa kali, di memanggil saya yang sudah mulai asyik di depan laptop, karena melihat potongan adegan yang sama.
Dan tadi malam, Kamis malam Jum'at, kembali kami berkumpul di depan televisi. Ketika mulai dialog dimana sang tokoh muda yang nyaris sempurna, sang Dirut Robi, sampai di rumah setelah dirawat di rumah sakit, salah satunya menyampakan permohonan pamit untuk Solat Magrib. Naluri saya menuntun untuk mengambil kamera digital dan memposisikannya stand by di depan layar.
Beberapa adegannya sempat saya abadikan:
Adegan 1, kalau tidak salah (berarti benar ya?), merupakan adegan dimana Kaji Kardun Altajirun mimpi ditemui engkongnya, yang menasehati agar dia rajin solat agar hidupnya bahagia. Adegan 2 mempertontonkan dua hansip berjalan menuju masjid dan bertemu dengan Haji Kardun di Pos Hansip (Adegan 3), dimana setelah terjadi dialog kemudian keduanya melanjutkan langkah ke masjid. Adegan 4 sengaja saya ikut sertakan sebagai penegas.
Sekilas, bila melihat Adegan 4, nyaris tak ada yang aneh karena para tokoh bertemu di masjid untuk melaksanakan solat Magrib. Namun, silahkan cermati kembali Adegan 1-3. Adakah yang ganjil dengan ketiga adegan tersebut, dimana, sekali lagi, setting waktunya adalah menjelang Solat Magrib?
Persamaan ketiga adegan tersebut, menurut saya, adalah cerahnya cuaca. Atau lebih tepatnya: situasinya masih terang benderang. Sangat kontras dibandingkan dengan situasi normal menjelang waktu Solat Magrib.
Tapi mungkin saja dibuat dengan teknik pencahayaan sedemikian rupa, 'kan?
Oke, mungkin saja. Kebetulan saya awam dengan teknik-teknis pencahayaan tersebut. Jadi hanya bisa menjawab: mungkin saja.
Tapi, mari perhatikan lebih seksama adegan 2 berikut:
Pada adegan di atas, bayangan pohon terletak tepat di bawah pohonnya. Dulu, waktu SD, seingat saya, guru
saya mengajarkan teknik membaca waktu, salah satunya dengan melihat bayangan benda: kalau pagi hari, bayangan benda berada di sebelah Barat; kalau tengah hari, bayangan benda berada di bawah bendanya; dan kalau sore hari, bayangan benda berada di sebelah Timur.
Artinya, kecuali saya salah melihat, adegan di atas terjadi pada siang hari bolong. Misalpun bukan pada tengah hari jam 12-an Waktu Indonesia Barat alias WIB, paling tidak kisaran satu atau dua jam sesudahnya. Maksimal jam 14 lah. Belum juga masuk waktu Solat Asyar, yang ditempat saya, masih kawasan WIB, sekitar pukul 15-an sedangkan Magrib sekitar pukul 18 kurang sedikit.
Dan tadi malam, Kamis malam Jum'at, kembali kami berkumpul di depan televisi. Ketika mulai dialog dimana sang tokoh muda yang nyaris sempurna, sang Dirut Robi, sampai di rumah setelah dirawat di rumah sakit, salah satunya menyampakan permohonan pamit untuk Solat Magrib. Naluri saya menuntun untuk mengambil kamera digital dan memposisikannya stand by di depan layar.
Beberapa adegannya sempat saya abadikan:
Adegan 1
Adegan 2
Adegan 3
Adegan 4
Adegan 1, kalau tidak salah (berarti benar ya?), merupakan adegan dimana Kaji Kardun Altajirun mimpi ditemui engkongnya, yang menasehati agar dia rajin solat agar hidupnya bahagia. Adegan 2 mempertontonkan dua hansip berjalan menuju masjid dan bertemu dengan Haji Kardun di Pos Hansip (Adegan 3), dimana setelah terjadi dialog kemudian keduanya melanjutkan langkah ke masjid. Adegan 4 sengaja saya ikut sertakan sebagai penegas.
Sekilas, bila melihat Adegan 4, nyaris tak ada yang aneh karena para tokoh bertemu di masjid untuk melaksanakan solat Magrib. Namun, silahkan cermati kembali Adegan 1-3. Adakah yang ganjil dengan ketiga adegan tersebut, dimana, sekali lagi, setting waktunya adalah menjelang Solat Magrib?
Persamaan ketiga adegan tersebut, menurut saya, adalah cerahnya cuaca. Atau lebih tepatnya: situasinya masih terang benderang. Sangat kontras dibandingkan dengan situasi normal menjelang waktu Solat Magrib.
Tapi mungkin saja dibuat dengan teknik pencahayaan sedemikian rupa, 'kan?
Oke, mungkin saja. Kebetulan saya awam dengan teknik-teknis pencahayaan tersebut. Jadi hanya bisa menjawab: mungkin saja.
Tapi, mari perhatikan lebih seksama adegan 2 berikut:
Pada adegan di atas, bayangan pohon terletak tepat di bawah pohonnya. Dulu, waktu SD, seingat saya, guru
saya mengajarkan teknik membaca waktu, salah satunya dengan melihat bayangan benda: kalau pagi hari, bayangan benda berada di sebelah Barat; kalau tengah hari, bayangan benda berada di bawah bendanya; dan kalau sore hari, bayangan benda berada di sebelah Timur.
Artinya, kecuali saya salah melihat, adegan di atas terjadi pada siang hari bolong. Misalpun bukan pada tengah hari jam 12-an Waktu Indonesia Barat alias WIB, paling tidak kisaran satu atau dua jam sesudahnya. Maksimal jam 14 lah. Belum juga masuk waktu Solat Asyar, yang ditempat saya, masih kawasan WIB, sekitar pukul 15-an sedangkan Magrib sekitar pukul 18 kurang sedikit.
Kurang lebih, itulah pendapat saya. Bagaimana menurut pembaca?
Salam Kreatif!
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar