Foto: http://www.jatengprov.go.id/
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo,
mengeluarkan wacana penerapan lima hari sekolah bagi jajaran pendidikan di Jawa
Tengah. Tujuannya memberikan waktu lebih banyak kepada anak-anak untuk
berkumpul bersama keluarga.
Sebagaimana
diberitakan radarpekalonganonline, Walikota
Pekalongan, dr HM Basyir Ahmad menyatakan, bahwa penerapan kebijakan demikian
di Kota Pekalongan akan mengalami kesulitan.
Sebab
jajaran pendidikan di Kota Pekalongan mempunyai kearifan lokal dan ciri khas
sendiri yaitu perbedaan hari libur antara sekolah swasta dan sekolah negeri.
“Kesulitan di Kota Pekalongan ini ada yang liburnya Jumat, ada yang liburnya
Minggu. Ini yang menurut kami sulit,” turur Walikota.
Tapi dia menegaskan, bagaimanapun juga
instruksi dari Gubernur akan dilaksanakan jika sudah resmi diterapkan. Tapi dia
akan meminta adanya spesifikasi daerah atau kearifan lokal dalam penerapannya
nanti. “Bagaimanapun Pak Gub itu atasan saya. Jadi jika beliau menginginkan
seperti itu juga akan kami jalankan, tapi kami minta ada kearifan lokal,”
imbuhnya.
Dukungan DPRD
Kalangan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah mendukung penuh wacana
penerapan waktu belajar selama lima hari sekolah dalam sepekan, namun dengan
beberapa catatan.
“Wacana
lima hari sekolah itu harus melalui kajian mendalam karena melibatkan berbagai
pihak guna mengetahui kekurangan dan kelebihan,” kata Ketua DPRD Jateng Rukma
Setiabudi di Semarang seperti dikutip Antara, Senin (16/3/2015), sebagaimana
diberitakan solopos.
Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Jateng Nur Hadi Amiyanto yang ditemui terpisah juga
menyatakan dukungan terhadap wacana lima hari sekolah seperti yang diusulkan
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
“Kajian
mendalam harus dilakukan, apalagi ada masalah standar mengajar bagi guru yang
harus dipenuhi dalam seminggu,” katanya.
Suara Siswa
dan Guru
Bagaimana respon
siswa dan guru terhadap wacana tersebut?
Wacana
sekolah lima hari kerja tersebut mendapat dukungan dari siswa. Dukungan siswa
diberikan karena mereka mengaku punya waktu refreshing lebih lama, meskipun hal
itu berakibat pada kegiatan belajar mengajar dalam satu hari menjadi lebih
padat.
Alasan
lainnya, siswa merasa lebih punya banyak waktu dan lebih fokus untuk
mengembangkan bakat dan menyalurkan hobinya seperti sepak bola, futsal dan olah
raga lainnya.
Pendapat agak
berbeda disampaikan oleh para guru. Sebagaimana dipublikasikan serambimata, sejumlah guru madrasah
Nahdlatul Ulama (NU) menilai gagasan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tentang
sekolah masuk lima hari belum menjamin menambah kualitas pertemuan anak dengan
orang tua. Bahkan, bisa jadi wacana itu akan menimbulkan permasalahan
baru.
Mahfud
Nahrawi, Guru MTs NU Hasyim Asy’ari 2 Kudus menilai kepentingan
anak dan orang tua yang menjadi alasan digulirkannya wacana tersebut
belum sepenuhnya bisa menjadi jaminan. Sebab, kesibukan orang tua
sangat beragam pekerjaannya yang terkadang tidak memiliki waktu libur.
“Bagi
orang tua PNS atau pegawai kantoran mungkin bisa memanfaatkan masuk lima hari
ini. Tetapi mayoritas orang tua, banyak yang jadi petani, buruh pabrik,
pedagang yang tidak memiliki waktu libur,” kata Nahrawi.
Kajian
Mendalam
Secara pribadi,
melihat tujuannya yang mulia, saya sependapat dengan wacana Gubernur tersebut. Sebagai
pilar utama, keluarga memang memegang peran dan fungsi yang sangat penting
dalam pendidikan dimana porsi anak bersama keluarga lebih besar dibandingan kesempatan
dan waktu yang mereka peroleh di bangku sekolah.
Namun,
selayaknya wacana tersebut memang mesti melalui kajian yang mendalam dengan
melibatkan semua pihak, lebih-lebih terkait dengan standar mengajar bagi guru
yang harus dipenuhi dalam seminggu, seperti disampaikan oleh Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi Jateng.
Dan bilapun
kebijakan tersebut nantinya diterapkan, alternatif, yang salah satunya,
disodorkan oleh Ahmad Riyatno, guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
2 Semarang, menurut saya, juga patut dipertimbangkan.
Dimuat di
harian Suara Merdeka terbitan Semarang, Jawa Tengah edisi 19 Maret 2015 halaman
7 dalam rubrik Wacana Lokal, Ahmad Riyatno menulis:
Bila
sekolah 5 hari menjadi kebijakan, sebaiknya manfaatkan Sabtu untuk mengasah
kemampuan ekstrakurikuler. Ada perbedaan penerimaan materi pada belajar dalam
suasana formal dan informal. Dalam pembelajaran formal, bagi peserta didik yang
kurang senang terhadap materi yang dipelajari, waktu dua jam pelajaran serasa
empat jam
Selain
itu, pikiran tertekan, hati tidak nyaman, namun mau tidak mau harus
menyelesaikan sampai jam pelajaran berakhir. Permasalahan itu akan
mengakibatkan trauma terhadap materi yang diajarkan guru. Sebenarnya banyak
sekolah swasta menerapkan Sabtu libur tapi memperbanyak kegiatan
ekstrakurikuler.
Pembelajaran
eskul yang banyak dilakukan di luar kelas menjadikan peserta didik merasa
santai. Mereka bisa bergembira bersama teman-temannya ketika melakukan
aktivitas itu, semisal bermain futsal, voli, teater, sepak bola, rebana,
pramuka dan lain-lain. Kegembiraan itu bisa mengendorkan urat saraf yang tegang
setelah belajar formal.
Namun
pengelola sekolah perlu pempersiapkan atau memperbaiki semua infrastruktur
supaya kegiatan eskul bisa berjalan maksimal. Apalagi Ketua DPD Irman Gusman
berpendapat bahwa penting menerapkan sekolah 5 hari supaya memberikan waktu
bagi peserta didik untuk beraktivitas secara mandiri.
Mari kita
tunggu bersama perkembangannya.
Salam Krearif!
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar