https://liputan6-media-production.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/
Salah satu
alasan pemerintah mengusung sabak elektronik (e-Sabak) sebagai alternatif
pengganti buku pelajaran adalah efisiensi distribusi buku ke sekolah.
Diungkapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan,
biaya pengiriman buku baik di wilayah Jawa maupun luar Jawa sangat besar.
“(dengan e-Sabak) kita dapat
mengefisienkan (biaya pengiriman) ini,” katanya pada telewicara dengan radio
Elshinta, Jumat (9/01/2015).
Menteri Anies mengatakan,
setiap anak akan mendapat satu buah e-Sabak. Di dalamnya terdapat semua materi
yang akan dipelajari. Namun demikian, kata dia, penggunaan e-Sabak, yang
berbentuk piranti tablet, akan dilakukan secara bertahap. Pertama, tablet
ini baru akan menjadi buku elektronik saja. “Sehingga tablet itu pemanfaatannya
masih sebatas sebagai buku atau e-book,” katanya.
Mendikbud mengatakan,
dalam fase pertama ini e-Sabak belum tersambung dengan fasilitas internet.
Materi yang ada di tablet itu adalah materi yang dikirimkan atau ditransfer,
biasanya kepada sekolah, melalui akses langsung kemudian difungsikan di tablet
tersebut.
“Intinya adalah (e-Sabak) ini membuat familiar kita kepada penggunaan teknologi, dan secara bertahap membuat kita bisa belajar menggunakan teknik-teknik yang lebih interaktif,” katanya.
Mendikbud menyadari hal ini bukan tanpa tantangan. Ia menambahkan, dalam menggunakan buku elektonik tersebut tidak hanya siswa yang harus belajar. Guru pun harus dilatih. Bahkan di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T), fasilitas listrik adalah salah satu tantangan utama.
Untuk mendukung langkah ini, Mendikbud mengatakan, pemerintah sedang bekerja keras membangun fasilitas, baik infrastruktur ICT, maupun infrastruktur transportasi di daerah-daerah yang tidak terjangkau. “Meskipun sekarang listriknya belum memadai, kita masih banyak cara untuk generating electricity itu. Kita percaya ke depan pasti akan punya fasilitas elektronik yang baik,” katanya.
“Intinya adalah (e-Sabak) ini membuat familiar kita kepada penggunaan teknologi, dan secara bertahap membuat kita bisa belajar menggunakan teknik-teknik yang lebih interaktif,” katanya.
Mendikbud menyadari hal ini bukan tanpa tantangan. Ia menambahkan, dalam menggunakan buku elektonik tersebut tidak hanya siswa yang harus belajar. Guru pun harus dilatih. Bahkan di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T), fasilitas listrik adalah salah satu tantangan utama.
Untuk mendukung langkah ini, Mendikbud mengatakan, pemerintah sedang bekerja keras membangun fasilitas, baik infrastruktur ICT, maupun infrastruktur transportasi di daerah-daerah yang tidak terjangkau. “Meskipun sekarang listriknya belum memadai, kita masih banyak cara untuk generating electricity itu. Kita percaya ke depan pasti akan punya fasilitas elektronik yang baik,” katanya.
Sumber: Kemdikbud
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar