Pertama, penyajian materi “pacaran sehat”
dikarenakan adanya tuntutan kompetensi dasar (KD) yang tertulis dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 59 tahun
2014 terutama pada KD. 3.10 yang tertulis sebagai berikut, “Memahami
dampak seks bebas terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarat” dan KD.
4.10 yang tertulis “Menyajikan informasi tentang dampak seks bebas
terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat”.
Kedua, oleh karena itu tim kontributor dalam hal
ini tim penulis dan tim penelaah yang terlibat dalam penulisan buku ini
berupaya untuk menyajikan tuntutan kompetensi dasar tersebut secara
hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kearifan lokal
(budaya/adat/istiadat), serta menghindarkan segala sesuatu yang terkait
dengan SARA. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kami berupaya agar
semua penyajian materi buku sesuai dengan tuntutan kurikulum dan dapat
diterima oleh semua pihak. Tulisan yang terkait dengan istilah “pacaran”
disajikan sebagai bagian upaya pencegahan agar siswa terhindar dari
pergaulan seks bebas. Istilah “pacaran” senantiasa ada dalam kehidupan
remaja, meskipun bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa
Indonesia.
Ketiga, istilah “gaya pacaran sehat” sebenarnya
memiliki makna untuk menjalin hubungan manusia dengan manusia sebagai
makhluk sosial. Tidak ada niat penulis yang secara khusus melegalkan
atau memperbolehkan yang namanya “pacaran” di kalangan siswa. Hal ini
justru dimunculkan semata-mata sebagai upaya dini pencegahan agar
terhindar dari perilaku seks bebas dan secara tidak langsung melarang
siswa untuk melakukan kegiatan “berpacaran”. Hal ini dapat diperkuat
oleh guru ketika melakukan kegiatan pembelajaran pada materi ini.
Keempat, tidak ada niat tim penulis dan penelaah
buku untuk mencederai konsep pendidikan karakter yang sedang terus
digalakkan oleh pemerintah. Tim justru melihat bahwa pemunculan tulisan
akan memperkuat kewaspadaan, tanggungjawab, dan sikap saling menghargai
pada siswa dalam berperilaku baik sesuai dengan norma-norma dan
kepercayaan yang diyakini baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun
masyarakat.
Kelima, tidak ada niat tim penulis dan penelaah
untuk melecehkan kesucian agama tertentu dalam hal ini agama Islam
dengan memunculkan gambar sosok siswa/i yang berpakaian muslim yang
disajikan pada buku tersebut. Pemunculan gambar ini justru dimaksudkan
sebagai pemberian ilustrasi contoh perilaku yang baik melalui
nilai-nilai agama tanpa menyinggung agama lain. Pesan yang disajikan
bermakna bahwa sebagai seorang yang beragama tidak membenarkan adanya
“pacaran” (apabila dicermati lebih lanjut, penyajian ilustrasi gambar
menunjukkan bahwa kedua sosok siswa/i muslim itu dalam keadaan tidak
saling berpandangan).
Sumber: Kemdikbud
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar