Kasus matematika ngaco mencuat setelah ada postingan dari akun bernama Sonti Sitanggang Bunawan di Facebook. Dia memposting gambar salah satu halaman buku wajib milik anaknya yang memang masih duduk di kelas 5 sekolah dasar.
Menurut Sonti, contoh pengerjaan soal matematika di buku berjudul Peristiwa dalam Kehidupan itu salah.
Dalam contoh soal itu, siswa diminta membantu tokoh bernama Beni untuk menghitung persentase kenaikan harga telur, dari Rp18.000 menjadi Rp20.000. Penjelasan yang dipaparkan dalam buku cetak itu, proses persentase harus menentukan dulu jumlah selisih harga awal dan harga akhir dengan cara pengurangan. Kemudian selisih tersebut dibagi dengan harga akhir dan dikalikan dengan 100 persen. Hasil perhitungan contoh soal di buku itu adalah 10 persen. Padahal, kata Sonti, sepanjang hidupnya mempelajari matematika, hasil persentase didapat dengan hitungan selisih dibagi dengan harga awal, bukan dengan harga akhir. Artinya, kenaikan harga telur yang benar adalah 11,11 persen, bukan 10 persen.
"Kalau ini mah jelas salah. Bahaya banget ini. Ini buku yang sekarang dipakai ngajar SD kelas 5," tulis Sonti di Facebook.
Dihubungi VIVAnews, Kamis 25 September 2014, Sonti mengungkapkan bahwa contoh soal matematika yang ngaco itu ada di buku kelas 5 SD, halaman 23. "Setahu saya itu terbitan Kemendikbud," katanya.
Anak Sonti bersekolah di sebuah sekolah negeri di Surabaya yang mewajibkan siswanya memiliki buku tersebut. Namun, pengelola sekolah tidak menyediakan sehingga orangtua harus berjibaku mencari sendiri.
Sebelum mendapatkan buku itu, kata Sonti, anaknya pernah ditegur gurunya karena belum juga membawa ke sekolah. "Gurunya bilang, 'kok belum bawa bukunya?'"
Gara-gara teguran itu, Sonti pernah mendatangi guru untuk menyampaikan betapa sulitnya mencari buku. Dia akhirnya mendapatkan buku itu di sebuah toko buku kecil dengan harga Rp20 ribu.
Namun, Sonti mengaku tidak mempersoalkan harga buku itu. "Masalahnya, buku ini sulit didapat, padahal wajib. Nah, udah susah didapat, ternyata isinya salah lagi."
Status Sonti di Facebook itu ditanggapi beragam. Malah ada pengguna Facebook yang mengomentari dengan nada bercanda.
"Mungkin itu dihitung karena ada 'persenan' buat yang naikin harga," kata salah satu teman Sonti di media sosial itu.
"Itulah. Gimana nih, bisa-bisa menteri masa depan kita akan salah menghitung persentase kenaikan harga cabe rawit. Hehehe," balas Sonti, sebagaimana dipublikasikan viva.
Seorang profesor pun turut bicara tentang hal tersebut. Lihat penjelasan selengkapnya DI SINI.
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar