Hari ini, kala malam telah
bergeser dari puncaknya, sengaja kubuka catatan demi catatan. Untuk mengenang
sebuah perjalanan panjang. Perjalanan yang tak 'kan bisa dihapus meski mesin
ketik yang dulu setia menemani kini tinggal sejarah di museum antah berantah. Perjalanan yang haru biru oleh air mata, duka, lara, dan tentu saja: tawa, suka, dan
bahagia.
Hari ini, kubuka kembali catatanku...
Catatan yang dulu ditulis
oleh waktu. Waktu yang kutinggalkan, atau malah meninggalkanku. Waktu yang
kerapkali terbuang percuma oleh sebuah kesia-siaan. Dan
kala aku menyadarinya, sungguh hal itu sudah sangat-sangat terlambat.
Hari ini, kubuka kembali
catatanku...
Catatan yang padanya
kutemukan sebuah ikrar untuk menggapai impian. Untuk kemudian kembali
menyadarkanku, bahwa jalan hidup adalah pilihan. Berbeda dengan lahir, muda,
sakit, tua, dan mati yang hanya bisa dijalani dengan totalitas kepasrahan,
menjadi baik adalah pilihan dan menjadi benar adalah prioritas. Besarnya piala
di ujung jalan sebanding dengan sulit dan beratnya perjalanan.
Hari ini,
kubuka kembali catatanku...
Catatan yang
mengingatkanku akan pengorbanan. Pengorbanan dari orang-orang yang kucintai dan
mencintaiku sepenuh hati. Namun, belum seujung kuku pun bisa kubalas
pengorbanan itu.
Bapak...
Ibu...
Simpuh hormat dan baktiku. Ampuni anakmu. Setiap tetes keringatmu adalah darah yang mengalir di tubuhku. Tak terkira harapanku untuk selalu bisa melihat senyummu mengembang bahagia walau sampai kini belum mampu juga kuberikan.
Hari ini, Bu, 35 tahun silam, di antara perjuangan hidup dan mati, kau hantarkan aku ke dunia ini dengan tangis kecilku. Tangis yang membuatmu tersenyum bahagia dengan derai air mata dan keringat bercucuran. Untuk kemudian air mata dan keringat itulah yang menjadi sahabat perjalananmu dalam memberikan segalanya untukku.
Aku tahu, tulisan ini tak 'kan terbaca olehmu. Karena, jangankan internet dan komputer, apalagi facebook, kalkulator pun kau tak tahu. Tapi, apapun itu, bapak dan ibuku, engkaulah guru matematika terhebatku. Ilmu kalkulasimu tak tertandingi oleh ahli matematika manapun di dunia ini. Kemampuanmu bergelut dengan angka-angkalah yang telah mengantarkan anakmu sampai di titik ini. Titik yang selalu kau banggakan namun sejatinya, belum pernah mampu aku menjadi kebanggaanmu.
Doa. Ya, hanya doa yang mampu kupanjatkan. Juga malam ini, di atas sajadah lusuh. Dalam sujudku pada-Nya, dengan isak dan derai air mata, aku hanya bisa berdoa untukmu. Semoga Allah yang Maha Pengasih senantiasa memberikan yang terbaik untukmu. Untukmu, pahlawanku. Amin.
Hari ini, kubuka kembali catatanku...
Catatan akan
anugerah Ilahi. Yang tak pernah henti IA berikan untukku. Kala kuingat atau
kala kumelupakan-Nya.
Kau berikan untukku keluarga yang senantiasa menjadi bahan bakar bagi
semangatku. Kau berikan untukku si kecil Wafda dan Uminya, yang menjadi teman,
sahabat, dan guruku dalam belajar menjalani hidup.
Kau berikan untukku sahabat-sahabat terbaik. Kau berikan untukku apa yang Kau berikan untuk orang lain dan Kau juga berikan untukku apa yang tak kau berikan untuk orang lain.
Masya Allah. Subhanallah. Astagfirullah.
Ampuni aku, wahai Penguasa Kehidupan. Kau berikan semua untukku tapi kuberikan sangat sedikit untuk-Mu. Lalaiku, salahku, lupaku, malasku. Tak terhitung kuberikan untukmu.
Di keheningan malam ini, ijinkan aku menengadahkan kedua tanganku. Beri hamba-Mu ini kekuatan untuk mengemban amanat usia ini di jalan-Mu. Dengan petunjuk-Mu. Dengan hidayah-Mu. Menuju ridho-Mu. Amin.
Hari ini, kubuka kembali catatanku...
Untuk
memulai lagi catatan yang baru. Dengan semangat baru. Dengan niat baru. Dengan
harapan baru. Semoga Engkau berkenan mempermudahnya untukku. Amin.
############
Didedikasikan untuk Bapak & Ibu, Kakak dan keponakanku, serta kerabat dan saudara; teriring doa untuk almarhum Asbiq Afwan Majri : semoga Allah tempatkan engkau di sisi-Nya yang mulia. Ini kali pertama 14 September tanpamu.
Dibingkiskan untuk Bapak dan Ibu
Mertua yang sedang berziarah di Tanah Suci Makkah. Semoga menjadi haji yang
mabrur dan mabruroh.
Dipersembahkan untuk Ilzama Maula Wafda Sabila dan Uminya.
Ditulis untuk sahabat-sahabat
terbaikku. Juga rekan-rekan dan semua yang kucintai dan mencintaiku.
Juga untuk yang senantiasa mencela dan mencercaku. Spesial terima kasih untuk kalian, yang telah meluangkan waktu 24 jam sehari semalam, 7 hari seminggu, dan 31 hari sebulan tanpa lelah untuk selalu meneriakkan keburukan, kesalahan, dan kekhilafanku. Dengan biaya nol rupiah, aku selalu punya tim penilai yang tak pernah jemu mengoreksi salah dan benarku. Tetaplah bersemangat untuk terus melakukannya seperti yang selama ini kalian lakukan sebagaimana aku akan berusaha mempertahankan semangat untuk melakukan hal yang sebaliknya.
Semoga Allah yang Maha Pemurah senantiasa mempermudah niat dan jalan baik kita.
Amin. Juga untuk yang senantiasa mencela dan mencercaku. Spesial terima kasih untuk kalian, yang telah meluangkan waktu 24 jam sehari semalam, 7 hari seminggu, dan 31 hari sebulan tanpa lelah untuk selalu meneriakkan keburukan, kesalahan, dan kekhilafanku. Dengan biaya nol rupiah, aku selalu punya tim penilai yang tak pernah jemu mengoreksi salah dan benarku. Tetaplah bersemangat untuk terus melakukannya seperti yang selama ini kalian lakukan sebagaimana aku akan berusaha mempertahankan semangat untuk melakukan hal yang sebaliknya.
Paninggaran, 14 September 2014
03.48 WIB
*Repost dari refleksi 14 September 2012
**Mhn maaf baru sempat dipublikasikan. Terima kasih banyak yang sdh menyempatkan waktu untuk mengingatkan hari berkurangnya usia ini. Siapapun, mohon maaf, tak bisa menyebut satu persatu. Jazakallah
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar