Seiring
diimplementasikannya Kurikulum 2013, penambahan jam belajar siswa di sekolah
juga mulai diberlakukan. Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Ibnu Hamad, mengatakan untuk jenjang
sekolah dasar (SD), jam belajar yang awalnya 26 jam sekarang menjadi 30 jam.
Untuk jenjang SMP dan SMA, awalnya dalam satu minggu siswa belajar di sekolah
selama 28 jam pelajaran sekarang bertambah menjadi 34 jam.
“Untuk
SD ditambah empat jam, SMP dan SMA ditambah lima hingga enam jam,” kata Ibnu
pada gelar wicara dengan radio KBR 68H di Kantor Kemdikbud, Rabu (13/08) pagi.
Ibnu
mengatakan, penambahan jam belajar ini filosofinya adalah untuk menambah volume
pengetahuan siswa sekaligus pembentukan karakter. Semakin lama siswa berada di
sekolah dan berada di bawah pengawasan guru, semakin banyak ilmu pengetahuan
yang diperoleh. Penambahan ini, kata dia, menjadi salah satu solusi dari
masalah yang kerap muncul di kalangan siswa, misalnya tawuran dan kekerasan
pelajar.
“Konsep
besarnya menambah volume pengetahuan dan pembentukan karakter, praktiknya
menambah jam pelajaran. Agar anak-anak tidak berkeliaran di mal, tawuran,
keluyuran, dan lain lain,” kata Ibnu.
Dalam
gelar wawancara ini pula, Ibnu juga menjawab keingintahuan masyarakat mengapa
perlu ditambah jam belajar. Selama ini, di berbagai sekolah sering dijumpai
para siswa yang berkeliaran di luar sekolah. Hal itu disebabkan sistem
pembelajaran yang monolog. Yang terparah, dalam beberapa kasus, siswa hanya
diberi catatan oleh guru, dan kemudian guru tersebut meninggalkan siswa dan
pergi ke tempat lain. Selain itu, standar sumber pembelajaran juga tidak sama.
Di kurikulum 2013, dari
ujung barat hingga ujung timur Indonesia semua siswa memiliki sumber
pembelajaran yang sama dan dikoordinir oleh Kemdikbud. Namun demikian, meskipun
dari sumber yang sama, guru bisa menggunakan budaya lokal sebagai contoh kasus
di setiap materi pembelajaran. “Jadi di Kurikulum 2013 ini guru dan siswa harus
sama-sama hadir di sekolah dan aktif dalam pembelajaran, karena penilaiannya
otentik berbentuk portofolio, bukan lagi angka dan rangking,” katanya.
Sumber: Kemdikbud
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar