Refleksi Akhir Tahun
Bu Eriyah? Siapa dia? Bila pertanyaan itu diajukan pada warga Kecamatan Paninggaran Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah kelahiran 1965-an, Insya Allah tak akan sulit menemukan jawabannya. Atau, tanyakan hal itu pada mesin pencari Google. Inilah salah satu jawabannya:
-------------------------------------------------------------------------
Habis gelap terbitlah hadiah
NYONYA
Eriyah memerangi kegelapan. Sepuluh tahun lalu, penduduk Kaliboja, desa
pegunungan yang terletak 60 km sebelah selatan Pekalongan, Jawa Tengah,
sebagian besar warganya tak bisa membaca. Eriyah lalu membentuk
kelompok belajar. Hasilnya, bukan cuma penduduk desa itu melek aksara.
Nyonya Eriyah, guru dan kini Kepala Desa Kaliboja, memperoleh hadiah
pertama Nadezhda K. Krupkaya, hadiah tertinggi dari UNESCO dalam
rangkaian Hari Aksara Internasional.
Selasa pekan ini, direncanakan ibu empat anak yang sederhana ini
menerima hadiah itu langsung di markas UNESCO di Paris: sebuah piagam,
dan uang sekitar Rp 8,5 juta. Lalu, guru SD Kaliboja berusia 42 tahun
ini mengucapkan pidato dalam bahasa Inggris, dengan teks yang telah
disiapkan. Eriyah tampaknya dilahirkan dengan semangat Kartini. Pada
1971, sebelum diangkat sebagai kepala desa, ia telah membentuk kelompok
belajar. Kegiatan itu disisipkan di sela-sela kesibukan mengajar
keterampilan menjahit, memasak, dan bercocok tanam. Dengan 10 sampai 12
orang anggota, selama dua jam selepas magrib, tiga kali seminggu, mereka
dibimbing mengenal huruf.
"Waktu itu, saya seperti mengajar anak taman kanak-kanak," tuturnya. Agar tak membosankan, pelajaran sesekali diselingi menembang sinom atau pucung, juga lagu dolanan. "Ibu Eriyah sangat rajin. Kalau ada yang tidak hadir, pasti didatangi,"
cerita Rumiyah, 33 tahun, bekas muridnya, yang tahun lalu lulus ujian
persamaan SD. Karena awalnya kegiatan ini diselipkan dalam acara
ibu-ibu, maka kaum bapak baru tersentuh belakangan. Ketika di desa yang
minus itu ada pemilihan kepala desa, Eriyah dicalonkan oleh pamannya.
Otomatis anggota kelompok belajar memberikan dukungan, dan jadilah
Eriyah kepala desa wanita pertama di Kabupaten Pekalongan, 1976.
Maka, pemberantasan buta aksara dan angka berjalan lebih efektif.
Panitia pun dibentuk, dari usaha yang semula bersifat pribadi kini
langsung dimasukkan "dinas". Materi pelajaran pun ditambah dengan
pengetahuan yang menyangkut kehidupan sehari-hari. "Saya senang. Selain diajari membaca dan menulis, juga diajari cara menanam bawang putih, pohon pisang, dan lain-lain," kata Slamet, 30 tahun, salah seorang bekas siswa Bu Lurah.
Untuk memacu gairah belajar, sekali waktu diadakan lomba antar kelompok.
Pada 1984, warga Kaliboja dinyatakan bebas buta aksara Latin dan angka.
Tapi Eriyah, yang suaminya juga guru, tak berhenti. Ia terus maju,
membikin program pemberantasan buta bahasa Indonesia dan buta pendidikan
dasar. Hasilnya, dari sekitar 1.200 warganya, paling tidak 130 telah
lulus ujian persamaan tingkat SD. Kegiatan Kelompok Belajar "Aksara
Mesra" -- begitu namanya -- kemudian makin serius.
Didirikan pula Kelompok Belajar Usaha, yang aktivitasnya antara lain
membuat makanan kecil pembuatan topi dari bambu, bertanam sayuran,
beternak ayam dan kambing. Hasil penjualan digunakan untuk mengelola
perpustakaan desa, panti belajar, serta kebun praktek seluas tiga
hektar. Dan tersiarkanlah prestasi Desa Kaliboja. Lalu penghargaan demi
penghargaan berjatuhan. Pada 1982 desa ini memperoleh piagam dari
Mendagri karena sukses membina KB. Setahun kemudian menjadi juara I
lomba desa tingkat Kabupaten. Pada 1984 Nyonya Eriyah mendapat hadiah
Kalpataru untuk kategori Penyelamat Lingkungan. Kawasan Kaliboja yang
gundul dan gersang di ketinggian hampir 1.200 meter memang jadi hijau.
Bu Kepala Desa berhasil mengajak para wanita desa menanam pohon sengon
laut.
Dan tahun inilah puncaknya, Kepala Desa Kaliboja mendapat penghargaan internasional. Di samping senang, Eriyah merasa khawatir. "Jangan-jangan nanti banyak tamu yang datang ke Desa. Saya 'kan harus nyuguh,"
katanya polos. Sebab, sehabis ia menerima Kalpataru dulu, tuturnya,
banyak yang mengunjungi Kaliboja. Bila itu terjadi, tentulah harus ada
anggaran ekstra. Padahal, Eriyah sudah berjanji, walau hadiah UNESCO ini
hak pribadinya, ia akan membeli diesel listrik untuk menerangi
kegelapan yang sebenarnya.
-------------------------------------------------------------------------
Data tersebut ditemukan pada Majalah Tempo Online dalam
http://www.korantempo.com/ edisi 12 September 1987 yang diakses pada 16
Mei 2010.
Simak data lainnya:
-------------------------------------------------------------------------
Desa Kaliboja, Kecamatan Paninggaran, Kabupaten Pekalongan, Provinsi
Jawa Tengah yang berpenduduk lebih dari 1.750 jiwa dan terhampar di
lereng bukit, ternyata menyimpan mutiara terpendam. Mutiara itu adalah
Ibu Eriyah. Lewat tangan dingin wanita setengah baya itu, nama Desa
Kaliboja mencuat ke tingkat nasional.
Pada tahun 1984, Bu Eriyah mengukir nama desanya melalui prestasi di
bidang lingkungan hidup, setelah sukses menangani lahan gersang, kritis,
lagi tandus, yang menimpa desanya. Lahan di Desa Kaliboja memang banyak
yang kritis disebabkan oleh penebangan pohon secara liar. Akibatnya,
sering terjadi tanah longsor. Dari prestasi tersebut, Ibu Eriyah
mendapatkan penghargaan dari pemerintah Indonesia berupa anugerah
Kalpataru lewat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.
Pada tahun 1987, kembali Ibu Eriyah mengukirkan nama harum bangsa
Indonesia di tingkat dunia. Kali ini beliau berhasil meraih juara dalam
lomba pemberantasan buta huruf tingkat dunia. Atas keberhasilannya ini,
Bu Eriyah mendapatkan penghargaan “The Nadezdha K. Krupskaya Prize dari
UNESCO”, sekaligus mendapat predikat “Tutor Teladan Tingkat
Internasional”.
-------------------------------------------------------------------------Sumber: sastrabocah diakses pada 16/05/2010
Kisah gemilang Bu Eriyah ternyata menginspirasi Pak Sardono Syarief,
warga Desa Domiyang Kecamatan Paninggaran, untuk menuliskan rekam jejak
Bu Eriyah. Di bawah judul “ERIYAH, SANG PRIMADONA DESA KALIBOJA”, Pak
Sardono mengikutsertakan karya tulis tersebut dalam Sayembara Penulisan
Naskah Buku Bacaan Tahun 2003 yang diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Kisah sukses pun berbuah manis. Karya beliau, yang sekarang duduk manis
sebagai Kepala SDN 02 Lumeneng sekaligus sebagai Ketua Asosiasi Guru
Penulis (Agupena)
Jawa Tengah Cabang Kabupaten Pekalongan, meraih posisi terhormat
sebagai pemenang sayembara tersebut. Buku bersampul putih itu kini dapat
ditemukan dengan mudah di perpustakaan sekolah. Tulisan di blog
sastrabocah tersebut diakhiri dengan sebuah pesan:
Buku Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Buku Bacaan Tahun 2003 yang
saya tulis dengan judul “ERIYAH, SANG PRIMADONA DESA KALIBOJA” ini bisa
dipesan pada penerbit Rineka Cipta, Jakarta, dengan alamat: Jl. Jend.
Sudirman Kav.36-A, Blok-B No.5 Jakarta 10210, atau ke Departemen
Pendidikan Nasional, Pusat Perbukuan (Devisi Penerbitan), Jl. Gunung
Sahari Raya (Eks. Kompleks Siliwangi) Jakarta Pusat 10002
Tak Kenal Lelah
Desa Kaliboja Kecamatan Paninggaran, yang berbatasan langsung dengan
Kecamatan Kalibening Kabupaten Banjarnegara, menjadi saksi atas
pencapaian luar biasa Bu Eriyah. Dengan segala keterbatasan, beliau tak
menyerah pada keadaan. Beliau juga tak kenal lelah memperjuangkan
keyakinan akan hidup dan kehidupan yang lebih baik.
Setidaknya, pesan untuk senantiasa mempertahankan semangat inilah yang
tak akan pernah basi untuk senantiasa didengungkan kepada setiap
generasi, khususnya generasi muda. Pada Bulan Agustus ini, dimana kita
memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-65
bersamaan dengan peringatan hari jadi Kabupaten Pekalongan ke-388 pada
25 Agustus 2010, pesan itu menjadi sangat berarti untuk kita ingat
kembali. Barangkali untuk sekedar memperbaharui kembali semangat
kebangsaan kita yang terkadang retak, atau bahkan compang-camping oleh
ego dan nasionalisme sempit yang membuat kita menjadi sangat alergi
terhadap kritik, saran, dan pemikiran orang lain serta sangat mudah
menyalahkan orang lain. Di sini, kita bisa mengawalinya dengan
merenungkan sekaligus memaknai tema peringatan Hari Ulang Tahun
Kemerdekaan Republik Indonesia ke-65 yaitu “Dengan Semangat
Proklamasi 17 Agustus 1945, Kita Sukseskan Reformasi Gelombang Kedua
untuk Terwujudnya Kehidupan Berbangsa yang Makin Sejahtera, Makin
Demokratis, dan Makin Berkeadilan”
Semoga kisah perjuangan Bu Eriyah senantiasa menginspirasi setiap warga Kecamatan Paninggaran, di sudut bumi manapun berpijak, untuk senantiasa menggelorakan semangat dalam melakukan yang terbaik sesuai dengan porsi, posisi, dan kemampuan masing-masing. Semangat Ramadhan semoga mampu menjadi bingkai sekaligus perekat kesadaran ukhuwah islamiyah kita. Amin.
*****
Dipublikasikan di blog SD Negeri Tanggeran pada 22 Agustus 2010
2 komentar:
Terima kasih, saya browsing Bu Eriyah, ibuku, nemu di blog njenengan ....
Sama-sama, Pak. Sebagai warga Paninggaran, saya turut merasa bangga memiliki Bu Eriyah, meski yang bisa saya lakukan baru sebatas menyimpan arsip Beliau dlm media ini. Semoga generasi selanjutnya tidak kehilangan catatan sangat penting tersebut untuk kemudian menjadi inspirasi sekaligus motivasi. Meski Beliau mungkin tidak mengenal saya, nitip salam hormat untuk Beliau. Juga untuk Bu Ajeng. Terima kasih banyak atas kunjungannya
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar