MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS, PENJASKES, DAN TIK DI SD DIHAPUS
Siang tadi,
sepulang sekolah, saya terkejut membaca berita di kompas.com. Judulnya: Mata Pelajaran Bahasa Inggris, Penjaskes, dan TIK di SD Dihapus. Di sekolah saya,
kalau Bahasa Inggris sudah ditiadakan sementara untuk TIK memang belum
pernah masuk kurikulum. Tapi kalau Penjaskes? Ini benar-benar berita baru untuk
saya. Awalnya, saya pikir saya yang terlambat membaca infonya. Tetapi,
ternyata, berita itu dipublikasikan pada Hari Selasa, 10 Desember 2013 pukul 21:47
WIB alias masih hangat.
Berikut tulisan
selengkapnya:
Mulai tahun
ajaran 2013/2014, mata pelajaran Bahasa Inggris akan dihapus dari mata
pelajaran sekolah dasar (SD). Tak hanya itu, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
(Penjaskes) serta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) juga dihapus dalam
Kurikulum 2013.
Kepala Dinas
Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengatakan, tiga mata pelajaran itu
akan digeser menjadi kegiatan ekstrakurikuler, tak lagi menjadi mata pelajaran
utama. "Bidang studi ini sama kedudukannya dengan Pramuka, Unit Kesehatan
Sekolah (UKS), dan lain-lainnya," kata Taufik kepada wartawan, di Jakarta,
Selasa (10/12/2013).
Meski tiga mata
pelajaran ini dialihkan menjadi ekstrakurikuler, peserta didik akan tetap
disuguhkan pelajaran Bahasa Inggris dalam metode kreatif. Pelajaran itu tidak
akan diujikan dalam ujian akhir sekolah. Penilaiannya lebih banyak pada
pengasahan emotional
quotient (EQ).
Penghapusan mata
pelajaran Bahasa Inggris dilakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2013/2014
hingga tahun ajaran 2016/2017. Untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, tahun ini
dicabut khusus untuk kelas I dan kelas III.
Pada tahun ajaran
berikutnya, 2014/2015, pencabutan mata pelajaran Bahasa Inggris di SD
dikembangkan untuk tidak diajarkan kepada peserta didik kelas I, II, dan IV.
Sementara pada tahun ajaran berikutnya, pada 2015/2016, untuk kelas I, II, III,
dan V.
"Terakhir
pada tahun ajaran 2016/2017, baru seluruh kelas tidak ada lagi pelajaran itu
sebagai mata pelajaran intrakurikuler," kata Taufik.
Selama ini pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Inggris menjadi
mata pelajaran wajib. Setelah Kurikulum 2013 diberlakukan, peserta didik
mempelajari Bahasa Inggris sebagai penunjang pengetahuan yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari.
Melalui kebijakan
ini, lanjutnya, tidak ada lagi sekolah yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai
pengantar sehari-hari. Peraturan ini terkecuali bagi sekolah internasional.
Kepala Bidang
Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan DKI Jakarta Septi Novida mengatakan, alasan
penghapusan mata pelajaran TIK karena peserta didik akan lebih diajarkan pada
implementasi, bukan lagi ilmu dasar komputer. Sementara untuk mata pelajaran
Penjaskes, misalnya, akan lebih pada pengenalan olahraga, cara menjaga
kebersihan, dan makanan sehat.
Dimasukkannya
tiga mata pelajaran itu ke dalam ekstrakurikuler akan menuntut guru maupun
tenaga pengajar untuk dapat lebih berinovasi dalam metode pengajaran.
Belum Menerima Perintah dari Kemendikbud
Penasaran (apakah
kebijakan itu hanya untuk DKI atau tidak), saya mencoba mencari berita lainnya.
Di bawah judul
Tiga Mata Pelajaran SD Resmi Dihapus yang dipublikasikan pada tanggal 11-12-2013 pukul 08:14:39 (pagi tadi),
kupastuntas.com mengangkat kabar dari Bandarlampung dimana Sekretaris Dinas
Pendidikan (Disdik) Lampung, Siti Meidasari, tidak bisa mengomentari hal
tersebut dikarenakan Disdik Lampung belum menerima perintah dari kemendikbud
(silahkan baca berita selengkapnya DI SINI).
Wah, semakin
menarik, pikir saya. Sebagai sebuah kebijakan, kalaulah hal itu benar, pastinya
hal tersebut sudah melalui pembahasan yang sangat matang. Tetapi, lebih
menariknya lagi, saya menemukan penegasan dari Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Mohammad Nuh, pada paparan Uji Publik Kurikulum 2013, yang
dipublikasikan di situs Kemdikbud pada tanggal 14 Desember 2012. Di bawah judul
Tidak Menghapus Mata Pelajaran, pada paragraf awal, Mendikbud menegaskan bahwa “tidak
ada penghapusan mata pelajaran, yang ada hanya pengintegrasian mata pelajaran. Mata
pelajaran IPA dan IPS di sekolah dasar (SD) diintegrasikan ke dalam semua mata
pelajaran. Pengintegrasian ini dilakukan karena penting, serta menyesuaikan
zaman yang terus mengalami perkembangan pesat”.
Sebagai Guru
Mapel Pendidikan Agama Islam SD, yang sesekali juga bertindak sebagai guru kelas manakala gurunya
berhalangan, saya tidak memiliki pengetahuan yang memadai untuk menafsirkan
penegasan Mendikbud tersebut. Dalam benak saya, kalau untuk Guru Kelas,
diintegrasikan atau tidak, mungkin tidak terlalu menimbulkan persoalan karena orangnya
sama. Tetapi kalau mapel Penjaskes, bagaimana dengan beban mengajarnya?
Menunggu
Lagi-lagi, agar
tidak terlalu awam, saya merasa perlu menelusuri dulu pendapat orang yang lebih
ahli. Atau setidaknya, lebih bisa memahami persoalannya.
Dan saya merasa
menemukan jawabannya di tulisan Dampak Penghapusan B. Inggris, TIK, Penjas di SD yang diposting oleh member kompasiana, Erwin Alwazir, yang dipublikasikan
pada 11 Desember 2013 pukul 05:09.
Menurut Erwin, salah satu akibat kebijakan tersebut adalah
guru kehilangan pekerjaan. Setelah Guru Bahasa Inggris, Guru penjas dan TIK yang jumlahnya puluhan ribu juga akan
kehilangan kesempatan untuk mendedikasikan ilmunya kepada peserta didik. Apa
yang akan mereka perbuat setelah itu? Pasrah saja dengan keputusan pemerintah
atau memulai langkah baru?
Ditambahkan oleh
Erwin: Penghapusan itu sebenarnya tak perlu dipersoalkan. Dengan syarat
pemerintah punya cara tersendiri untuk menampung guru-guru yang bakal
‘tersingkir’ secara paksa tadi. Tapi sampai detik ini kita tidak mendengar
jalan keluar dari kemdikbud. Kita hanya diberitahu bahwa bahasa Inggris tetap
ada di SD tapi bukan lagi menjadi pelajaran utama dan masuk ekstrakurikuler.
Segampang itukah untuk membuat orang tenteram? Ternyata tidak. Kita semua
tahu, yang namanya kegiatan ekstrakurikuler ini terkadang tak banyak
memberikan manfaat bagi perkembangan anak didik bila tidak diprogramkan secara
profesional. Kalaupun diprogram secara profesional, tetap saja banyak guru yang
akan kehilangan pekerjaan. Yang namanya kegiatan ekstrakurikuler jelas tak
memerlukan tenaga yang banyak. Toh dilaksanakan paling seminggu sekali dengan
seorang pembina seperti halnya pramuka dan UKS.
Ya, kesimpulan
saya saat ini, hampir sama dengan inti pendapat Erwin: kita tunggu kebijakan
selanjutnya dari Kemdikbud tentang hal tersebut. Mudah-mudahan kelak ada solusi
terbaik.
Tulisan ini
dipublikasikan semata-mata sebagai informasi, khususnya untuk rekan-rekan Guru Penjaskes. Sebagai sebuah informasi awal, mudah-mudahan bisa menjadi (semacam) pemberitahuan
sekaligus untuk bersama-sama kita menanti kebijakan selanjutnya dari Kemdikbud.
Semoga bermanfaat. Salam
Kreatif!
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar