Almarhum Zainuddin MZ meninggalkan jejak penting: teknik komunikasi dakwah yang bisa dibilang reformatif. Ia, di antara para dai populer di Tanah Air pada eranya, patut dicatat meletakkan elemen-elemen penting yang baru dalam “dunia pengajian”. Pada dasa-warsa 1980-an, jika diekstremkan, ia menciptakan era dai sebagai selebriti. Di tengah kelarisannya, Zainuddin membentuk koordinator wilayah bagi jamaah pengundang di banyak daerah. Penampilannya di panggung dan di luar panggung menunjukkan ia “dai yang berbeda”.
Zainuddin menjadi ikon pendakwah dengan performa yang bersih dan wangi. Dengan mobil mewah, ia mengaku sengaja “tampil” untuk menunjukkan betapa dai pun patut disegani dari sisi penampilan. Jamaahnya menembus sekat sosial, memperkuat realitas ia bisa diterima di semua kalangan. Ia bahkan pernah menjadi pembicara dalam sebuah acara kenegaraan Isra Mikraj di Masjid Istiqlal, dan dengan teknik komunikasinya, kritik-kritiknya mengenai kepemimpinan membuat presiden (waktu itu) Soeharto mengangguk-angguk.
Tentu bukan hanya karena keselebritisan yang membuat Zainuddin kondang sebagai Dai Sejuta Umat. Ia besar dan menebar karisma karena memang punya kemampuan komunikasi panggung yang baik. Bahasanya tertata (teredit), tamsil-tamsil dan hikmah dari Alquran dan Hadis disampaikan secara membumi. Presentasinya juga kaya humor. Vokal dan gaya panggungnya pernah disebut-sebut sebagai kombinasi tampilan mimbar Soekarno dan Soeharto. Mungkin berlebihan, tetapi itulah cermin apresiasi publik pada saat itu.
Dunia dakwah menampilkan fenomena mediatika yang dinamis. Dari Zainuddin muncul Aa Gym, lalu Yusuf Manshur, Arifin Ilham, Jeffry Al-Buchori, Mamah Dedeh, Qurrata A’yun, Ustad Widjajanto, dan yang sedang sangat populer: ustad interaktif Nur Maulana. Tentu masih banyak yang lain, termasuk yang melabeli diri dengan “Aa” di depan namanya. Pada akhirnya, yang menerima, menolak, atau menguatkan eksistensi mereka adalah pasar dan teknologi media, sehingga mendorong inovasi, adu kreativitas, dan kemasan.
Di tengah dinamika “pasar pendakwah” itu, reformasi kemasan Zainuddin adalah sejarah. Dan, sejarah pula yang mencatat ia sempat mengalami pemudaran karisma karena ketergodaannya terjun ke ranah politik. Orang mungkin merasa lebih nyaman mendapati ia tetap Dai Sejuta Umat ketimbang mengikat diri atau terafiliasi dengan kekuatan politik tertentu. Namun, bukankah itu juga realitas sejarah? Begitu pula ketika dari sisi kehidupan — sebagai manusia biasa —, Zainuddin menuai kontroversi terkait dengan masalah romantika cinta.
Bagaimanapun, umat Islam dan bangsa ini kehilangan seorang penceramah hebat, yang dalam banyak kesempatan juga selalu menyisipkan pesan-pesan tentang nasionalisme, cinta Tanah Air, dan pluralisme dengan visi hakikat Islam sebagai rahmatan lil’alamin. Sejarah kehebatan, karisma, dan kontroversinya, semua justru menunjukkan Zainuddin adalah manusia biasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kita beri penghormatan tinggi sebagai salah satu putra terbaik dari wilayah dakwah dan ikhtiar pencerahan itu.
Sumber: Suara Merdeka CyberNews
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar